Angkutan Laut Militer dalam Program MEF

14 Juli 2021

Kesibukan di dermaga Kolinlamil Jakarta (photo : faktapers)

Angkutan Laut Militer (Military Sealift) mempunyai tugas pokok melaksanakan angkutan laut yang meliputi personel, peralatan dan perbekalan, baik yang bersifat administratif maupun taktis strategis serta melaksanakan bantuan angkutan laut dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Di Indonesia Komando yang membawahinya adalah Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil).

Berbicara mengenai MEF, setelah mengalami revisi beberapa kali, satu-satunya artikel yang pernah membahas MEF TNI AL pasca revisi adalah laman Kompas.id khususnya pada artikel "Armada TNI AL : Pasang Surut Menuju Armada Kelas Dunia" yang tayang pada tanggal 16 Januari 2018 dimana kita semua dapat melihat Proyeksi Kekuatan Armada TNI AL hingga akhir MEF 2024 (namun dalam artikel tersebut tertuliskan tahun 2023). Dalam artikel tersebut diuraikan mengenai jenis kapal dan jumlahnya yang akan melengkapi armada TNI AL yang dibagi menjadi : Striking Force, Projection Force, Patroling Force dan Supporting Force.

Dalam MEF unsur Projection Force terdiri dari kapal Angkut Tank/Landing Ship Tank (AT/LST), kapal Landing Platform Dock (LPD) dan kapal Landing Helicopter Dock atau Kapal Markas (LHD/MA). Sedangkan unsur Supporting Force (Auxillary Force) terdiri dari : Kapal Tanker Armada (BCM), Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS), Kapal Tunda Armada (BTD), Kapal Survei Hidro Oseanografi (BHO), Kapal Bantu Umum (BU), dan Kapal Latih (LAT).

Gabungan dari Projection Force dan Supporting Force ini sebagian besar kapalnya masuk ke dalam Military Sealift (Lintas Laut Militer). Unsur Projection Force masuk ke Kolinlamil meskpun secara jumlah sebagian LST dioperasikan oleh Koarmada (ada 3 Komando Armada) dan dibagikan ke Lantamal sedangkan untuk Supporting Force tidak semuanya masuk ke  Kolinlamil namun sebagian masuk ke Koarmada. Unsur Supporting Force yang masuk Kolinlamil adalah Kapal Tanker (BCM) dan Kapal Bantu Umum (BU).

Dengan demikian Kolinlamil mengoperasikan 6 tipe kapal yang terdiri dari Kapal Tanker (BCM), Kapal Bantu Umum (BU), Kapal Landing Ship Tank (LST), Kapal Landing Platform Dock (LPD) dan Kapal Landing Helicopter Dock (LHD), sedangkan Koarmada akan mengoperasikan 4 tipe kapal bantu yaitu Kapal Bantu Rumah sakit (BRS), Kapal Tunda Armada (BTD), Kapal Survei Hidro Oseanografi (BHO), dan Kapal Latih (LAT).

Jenis kapal yang tidak dipertahankan lagi

Tentunya timbul pertanyaan, bagaimana tipe-tipe kapal yang tidak ada lagi disitu ? Ada 3 tipe kapal yang tidak tercantum lagi disitu yaitu Bantu Angkut Personil (BAP) : KRI Tanjung class ex Pelni, Kapal Cepat Angkut Personil (CAP) : KRI Karang class ex ASDP dan Kapal Angkut Serba Guna (ASG) : KRI Kupang class LCU, ketiga tipe kapal ini tidak akan dipertahankan lagi alias dipensiunkan.

Terhadap kapal Landing Ship Tank (AT) buatan sebelum tahun 1980 juga akan dipensiunkan setelah penggantinya diperoleh secara bertahap yaitu KRI Teluk Amboina class (ex Japan) Landing Ship Tank dan KRI Teluk Gilimanuk class (Frosch class) Landing Ship Medium. Kendala saat ini Kemhan baru mengeluarkan 1 desain LST besar saja yaitu LST-117 (Bintuni class : 117m, 2.300 ton) sedangkan untuk yang seukuran Medium Landing Ship Tank Frosch class (98m, 1.950 ton) sampai saat ini belum ada desainnya.

Kapal Tanker/Auxillary Replenishment Oiler KRI Tarakan 905 (photo : TNI AL)

1. Kapal Tanker/Bantu Cair Minyak (BCM)
Didesain oleh Terafulk, kapal tanker atau Bantu Cair Minyak (BCM) ini sudah dikeluarkan kontraknya oleh Kemhan sebanyak 4 kapal yaitu kepada PT Dok Kodja Bahari (KRI Tarakan 905), PT Anugrah Buana Marine (macet hingga saat ini), PT Batamec Shipyard (KRI Bontang 907) dan kapal BCM ke-4 masih on progress di galangan yang sama. 

Selain harus menyelesaikan kontrak dengan PT Anugrah Buana Mandiri di Cilegon, Kemhan masih harus memberikan order 2 kapal BCM lagi hingga tahun 2024, sehingga jumlah 6 kapal tanker dapat terpenuhi. Dengan adanya 6 kapal tanker baru ini maka semua kapal tanker yang lama akan dipensiunkan.

Kapal tanker ini mempunyai panjang 125,5 m, bobot penuh 2.400 ton dan kapasitas bahan bakar minyak sebanyak 5.500 meter kubik, kapal ini mempunyai endurance 30 hari dan dapat membawa 1 helikopter.

KRI Ratulangi 552 kapal tender kapal selam sewaktu TNI AL mengoperasikan 12 kapal selam (photo : TNI AL)

2. Kapal Bantu Umum
Dengan jumlah kebutuhan sebanyak dua hingga empat kapal bantu umum maka jenis kapal yang diperkirakan adalah kapal tender kapal selam, kapal logistik dan kapal pembawa amunisi. Berdasarkan pengalaman TNI AL mengoperasikan kapal sejenis sebelumnya, yaitu KRI Ratulangi 552, KRI Multatuli 561 mapun KRI Karimata 960 maka jika digunakan ukuran terbesar kapal tersebut yaitu KRI Ratulangi maka dibutuhkan kapal dengan panjang 140 m dan bobot penuh 9.000 ton.

PAL mengusulkan empat kapal bantu umum ini menggunakan platform Makassar class LPD (panjang 122 m dan bobot penuh 16.000 ton), cukup masuk akal dan sekaligus dapat mengurangi tipe/rating kapal milik TNI AL. Pada masa lalu TNI AL dilengkapi dengan 2 kapal tender kapal selam dan 2 kapal logistik dan pengangkut amunisi. 

Berdasar pengalaman KRI Ratulangi dan KRI Thamrin tugas kapal tender adalah untuk mengirimkan pasokan semua kebutuhan kapal selam berikut personilnya dan juga bertindak sebagai bengkel sementara bagi kapal selam. 1 kapal tender dapat melayani 6  kapal selam sekaligus berupa kebutuhan akan logistik cair seperti bahan bakar, pelumas, air suling untuk elektrolit baterai, dan air minum. Logistik padat berupa bahan makanan untuk awak kapal dan suku cadang kapal, dan tidak ketinggalan logistik tempur berupa torpedo, ranjau dan amunisi lainnya.

Rencananya bila Kapal Bantu Umum baru ini sudah didapatkan maka Kapal Bantu Umum yang lama akan dipensiunkan semua.

Peluncuran 2 kapal angkut tank (photo : Bandar Abadi Shipyard)

3. Kapal Angkut Tank/Landing Ship Tank (LST)
Kapal Angkut Tank/LST Bintuni class saat ini telah dibuat sebanyak 9 unit di galangan kapal dalam negeri. Sebanyak 2 unit di PT Dok Kodja Bahari (KRI Teluk Kendari 518 dan KRI Teluk Kupang 519), sebanyak 5 unit di PT Daya Radar Utama (KRI Teluk Bintuni 520, KRI Teluk Lada 521, KRI Teluk Youtefa 522, KRI Teluk Palu 523, KRI Teluk Calang 524), dan sebanyak 2 unit di PT Bandar Abadi Shipyard (KRI Teluk Weda 526 dan KRI Teluk Wondama 527).

Dengan jumlah kebutuhan sebanyak 28 unit, maka 19 unit sisanya merupakan kapal LST yang ada saat ini yaitu Teluk Semangka class (ex Korsel) tersisa 4 unit dari 5 dan Teluk Gilimanuk class (ex Rusia) tersisa 15 unit dari 16, maka kapal-kapal tersebut usia pensiunnya harus ditunda atau Kemhan mesti membuat kontrak baru sekaligus 19 unit sisanya.

Kapal LST-117 didisain oleh Terafulk, dengan panjang 117 hingga 120 m dan bobot maksimal 4.508 ton serta mampu membawa 2 helikopter kelas 10 ton dengan endurance 20 hari. Sebagai unsur amfibi kapal ini dapat membawa 10 tank Leopard atau 15 tank BMP-3F, 4 unit LCVP dan 360 pasukan bersenjata lengkap.

Kapal Landing Platform Dock KRI Makassar 590 (photo : dvids)

4. Landing Platform Dock (LPD)
Sebanyak 5 kapal LPD telah dipesan oleh Kemhan kepada DSME Korea Sealatan dan PT PAL serta telah dioperasikan oleh TNI AL yaitu KRI Makassar 590, KRI Surabaya 591, KRI Banjarmasin 592, KRI Banda Aceh 593, dan KRI Semarang 594.

Dengan kebutuhan sebanyak 6 unit maka tinggal 1 unit kapal LPD yang dibutuhkan TNI AL untuk menggenapi MEF dan pesanannya sudah dapat dipastikan ke PT PAL. Kemungkinan kapal keenam ini akan mengambil basic desain dari KRI Semarang, dengan demikian ada 3 tipe LPD yang dimiliki TNI AL yaitu Makassar class, Banjarmasin class dan Semarang class. 

Desain asli kapal ini dibuat oleh Daesun Shipbuilding & Engineering, Korea Selatan lalu dikembangkan oleh PT PAL. Kapal mempunyai panjang 122-126 m dan bobot maksimal hingga 16.000 ton, kapal mampu membawa 2 helikopter medium dan mempunyai endurance 30 hari. Sebagai unsur amfibi kapal ini dapat membawa 35 kendaraan tempur, 500 pasukan bersenjata lengkap dan well deck nya mampu membawa 2 LCVP atau 4 kendaraan pendarat amfibi.

Fincantieri Trieste class Amphibious Assault Ship and Landing Helicopter Dock (image : Naval Technology)

5. Landing Helicopter Dock (LHD)
PT PAL dalam Kongres Teknologi Nasional di gedung BPPT tahun 2018 telah meperkenalkan  rancangan LHD sepanjang 244 meter, desain kapal ini bahkan lebih besar dari LHD kelas Mistral-Prancis (199m, 21.500 ton) atau bahkan Canberra class-Australia (230m, 27.500 ton), Endurance 170-Singapore (170m, 19.000 ton), Chakri Naruebet-Thailand (182m, 11.500 ton),  namun lebih kecil dari LHD milik USMC yaitu America class (257m, 45.700 ton). 

Desain LHD yang sepadan dengan rancangan PAL ini adalah Trieste class Italia (245m, 33.000 ton), kapal ini dapat membawa 14 helikopter kelas medium yang dikombinasikan dengan pesawat F-35B Lightning II yang mempunyai kemampuan VTOL. Kebetulan kapal ini dibuat oleh galangan kapal yang sama dengan fregat FREMM pesanan Kemhan yaitu Fincantieri. Di negara asalnya fregat FREMM akan menjadi pengawal LHD Trieste ini.

Namun jangan salah, LHD Mistral class sudah tiga kali berkunjung ke Indonesia, BPC Mistral pertama kali berkunjung pada bulan Mei 2011, empat tahun kemudian BPC Dixmude berkunjung ke Indonesia pada bulan Juni 2015. Pada bulan April 2018 BPC Dixmude kembali lagi melakukan kunjungan ke Indonesia. Sementara Trieste baru diluncurkan pada Mei 2019 lalu dan direncanakan komisioning pada Juni tahun 2022.

Kebutuhan LHD sebanyak 4 unit tentu saja akan mendongkrak kemampuan amfibi TNI AL dan menarik minat galangan kapal dunia untuk menawarkan produknya. Faktor harga tentunya akan menjadi pertimbangan Kemhan dalam menentukan pilihannya. Harga Mistral class pada tahun 2012 lalu sebesar €451.6 million (atau bila inflasi 3.0% setahun maka harga saat ini €589 million) bandingkan dengan Trieste dimana pada tahun 2019 harganya sebesar €1.171 billion (atau bila inflasi 3.0% setahun maka harga saat ini €1.242 billion) atau Trieste lebih mahal 2x lipat dibandingkan Mistral class.

PAL menawarkan LHD dengan panjang 244 meter (image : PAL)

Fasilitas kapal LHD Mistral ini adalah :
-dek penerbangan ukuran 6.400 m2 dengan 6 titik pendaratan,
-hangar ukuran 1.800m2 cukup untuk membawa 16 helikopter
-2 lift helikopter kapasitas 13 ton,
-garasi kendaraan ukuran 2.650 m2 untuk MBT dan kendaraan tempur (kira-kira muat 70),
-well deck ukuran 885 m2 untuk 4 LCM,
-dek rumah sakit seluas 900m2,
-dapat membawa 900 pasukan bersenjata lengkap,
-endurance 30 hari.

Sedangkan fasilitas kapal LHD Trieste adalah :
-dek penerbangan ukuran 8.280 m2 dengan 9 titik pendaratan (mampu didarati F-35B),
-hangar ukuran 2.600 m2 cukup untuk membawa campuran 14 helikopter dan pesawat F-35B,
-2 lift pesawat kapasitas 40 ton, 
-garasi kendaraan ukuran 1.200m2 untuk MBT dan kendaraan tempur,
-well deck ukuran 750 m2 untuk 4 LCM,
-dek rumah sakit seluas 700m2,
-dapat membawa 900-1.000 pasukan bersenjata lengkap,
-endurance 30 hari.

Terlihat bahwa perbedaan antara Mistral dan Trieste tidak terlalu jauh, apabila lebih mengutamakan fungsi serbuan amfibi maka Mistral menawarkan luasan garasi kendaraan tempur yang lebih luas, namun bila menginginkan dukungan udara dengan kehadiran pesawat yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal maka dapat memilih Trieste. Kita bisa melihat bagaimana PAL menerjemahkan kebutuhan TNI AL dalam gambar diatas, apakah menggunakan pesawat tempur atau tidak?

(Defense Studies)


from DEFENSE STUDIES https://bit.ly/3hAh7aO
via IFTTT