Oksigen di KRI Nanggala Diperkirakan Bisa Lebih dari 72 Jam
23 April 2021
KRI Nanggala-402 dilengkapi sistem yang bisa mengubah karbon dioksida menjadi oksigen. Hingga kini, tim pencari masih berusaha mencari lokasi kapal selam yang hilang (photo : TNI AL)JAKARTA, KOMPAS — Persediaan oksigen bagi 53 awak kapal selam KRI Nanggala-402 diperkirakan bisa lebih dari 72 jam. Meski demikian, keberhasilan evakuasi para awak sangat bergantung pada lokasi dan kedalaman kapal selam tersebut.
Hingga Jumat (23/4/2021) pukul 17.00 atau sekitar 60 jam seusai hilang kontak sebelum melakukan penyelaman di perairan utara Bali, tim pencari dan penyelamat belum menemukan lokasi kapal selam KRI Nanggala-402.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Riad di Pangkalan TNI Angkatan Udara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, mengatakan, status KRI Nanggala sampai sekarang masih dalam isyarat kapal hilang dan belum dinyatakan sebagai kapal tenggelam.
”Sesuai dengan penjelasan Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono kemarin (Kamis), hingga saat ini harapannya masih sub-miss, masih hilang. Kami mohon doa agar (pencarian) bisa maksimal hari ini,” katanya.
Achmad menuturkan, kapal selam yang hilang kontak diperkirakan dalam keadaan tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara. Dengan demikian, pencarian hanya bisa mengandalkan peralatan yang memiliki kemampuan sonar.
Data KRI Nanggala 402 (infographic : Kompas)
Tim pencari melakukan penyisiran di utara perairan Bali yang menjadi lokasi terakhir kapal selam sebelum hilang kontak. Pencarian difokuskan di sembilan titik di area seluas 18,52 kilometer yang berada sekitar 40 kilometer utara Pelabuhan Celukan Bawang. Lokasi itu diduga menjadi lokasi kapal selam dari temuan-temuan berupa tumpahan minyak dan daya magnet yang kuat.
Achmad mengatakan, pencarian dilakukan oleh 21 KRI, termasuk kapal selam KRI Alugoro-405 dan KRI Rigel-933 yang memiliki kemampuan monitor bawah laut melalui sonar. Selain itu, ada empat kapal dari kepolisian, yakni Kapal Gelatik, Kapal Enggang, Kapal Barata, dan Kapal Balam. Kapal milik kepolisian itu memiliki remotely operated vehicles (ROV) dan alat sonar dua dimensi. Empat kapal milik Badan SAR Nasional juga dikerahkan ke lokasi, yakni KN SAR Wisnu, KN SAR Antasena, KN SAR Arjuna, dan KN SAR Kamajaya.
Adapun bantuan berupa kapal untuk evakuasi awak kapal berasal dari negara lain, seperti Singapura (MV Swift), Malaysia (MV Mega Bakti), Australia (HMAS Balarat dan HMAS Sirius), India (SCI Sabarmati), serta pesawat dari Amerika Serikat (USN Aircraft Poseidon). Kapal dan pesawat bantuan ini dalam perjalanan ke lokasi pencarian. Yang lebih cepat tiba di lokasi diperkifakan MV Swift pada Sabtu (24/4/2021).
”Yang diutamakan adalah kapal-kapal yang memiliki kemampuan membaca sonar karena memang tidak semua kapal memiliki kemampuan itu,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat pertahanan dan militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, seandainya kru kapal selam masih bertahan, biasanya mereka akan membuat bunyi-bunyian dan keriuhan sebagai pertanda kepada kapal permukaan. Ketika tanda-tanda suara itu sudah tidak ada, kemungkinan kapal selam sudah tenggelam di dasar lautan atau kapal selam sudah tidak bertahan.
KRI Nanggala juga dilengkapi sistem yang bisa mengubah karbon dioksida menjadi oksigen. Dengan sistem itu, persediaan oksigen yang diperkirakan hanya cukup untuk 72 jam kemungkinan bisa lebih lama, artinya kemungkinan 53 awak kapal selam bisa bertahan lebih dari yang diperkirakan, Sabtu (24/4) pukul 03.46.
Meski demikian, keselamatan awak kapal sangat ditentukan pada kedalaman lokasi kapal selam tersebut. Jika kapal selam itu terjebak di palung dengan kedalaman 700 meter seperti dugaan awal, kapal selam itu diperkirakan rusak. Arus laut bisa merusak sambungan kapal selam yang terbuat dari baja karena kapal selam itu didesain hanya mampu menyelam di kedalaman 250-500 meter.
Pelacakan KRI Nanggala 402 (infographic : Antara)
Kedalaman lokasi kapal juga menentukan keberhasilan evakuasi awak kapal. Untuk melakukan evakuasi, kapal bantuan harus turun dan menempel di badan kapal selam. Awak kapal selam satu per satu masuk ke kapal itu dan dievakuasi ke permukaan.
”Semakin dalam lokasinya, risikonya semakin besar,” kata Connie.
Menurut dia, operasi pencarian dan penyelamatan kapal selam tidak mudah. Sebab, kapal selam merupakan alat utama sistem persenjataan yang didesain seperti siluman yang tidak terlihat karena fungsinya untuk membunuh lawan. Ketika kapal selam hilang, maka pencarian akan sangat sulit dilakukan.
”Keberhasilan kapal yang menggunakan sonar mencari lokasi kapal selam sangat ditentukan dengan jarak, kepekatan, kondisi laut, dan arus,” katanya.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan, tidak mudah mencari kapal selam yang hilang. Oleh karena itu, tim pencari harus menyiapkan beberapa skenario penyelamatan yang paling relevan dengan menyesuaikan kondisi yang ada.
Selain itu, Indonesia juga diharapkan segera memiliki perangkat penanganan kedaruratan untuk kapal selam. Sebab, saat ini, perangkat tersebut masih tidak dimiliki sehingga operasi penyelamatan awak KRI Nanggala bergantung dari bantuan negara lain.
(Kompas)
from DEFENSE STUDIES https://bit.ly/3ejJnLK
via IFTTT
Post a Comment