Anggota DPR Lebih Memilih KFX/IFX Dibandingkan Typhoon Austria

24 Juli 2020


Pesawat tempur KFX/IFX (photo : KAI)

Anggota DPR Tolak Rencana Pembelian Pesawat Tempur Bekas

JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan penolakannya terhadap rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur bekas asal Austria. Pembelian pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon itu dianggap beresiko merusak peta jalan kerja sama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan.

Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan, Tubagus Hasanudin, menyatakan pemerintah Indonesia berpotensi diembargo sejumlah negara jika meneruskan ambisi membeli pesawat bekas dari Austria. "Kita sedang merintis prototype pesawat tempur melalui kerja sama KFX/IFX (Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment) yang seharusnya bisa dikembangkan," ucap Hasanuddin kepada Tempo, kemarin.

Menurut Hasanuddin, Indonesia bercita-cita dapat membangun sendiri jet tempur yang setara dengan pesawat siluman F-22 Raptor dan F-35 buatan Amerika Serikat. Pengembangan proyek membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mewujudkan pesawat prototipe buatan Indonesia. Rencana pembelian pesawat tempur bekas asal Austria dianggap dapat merusak proyek besar Indonesia membangun jet tempur. 
(See full article Koran Tempo)


Pesawat tempur EF-2000 Typhoon (photo : Daniel Mysak)

DPR Minta Prabowo Lunasi KFX Korsel Ketimbang Typhoon Austria

Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menyarankan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melunasi proyek kerja sama pesawat tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan ketimbang membeli 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas dari Austria.

Farhan mengatakan proyek kerja sama dengan Korea Selatan itu memang mahal. Namun akan berdampak positif bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia dalam jangka panjang.

"Walaupun pahit bahwa kita mesti bayar hampir US$2 miliar, tapi kita dapat teknologinya, kesempatan mengembangkan orang-orangnya," kata Farhan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (23/7).

Farhan menyebut Indonesia telah membayar US$250 juta atau sekitar Rp3,79 triliun untuk memulai proyek tersebut. Dia menyarankan Prabowo untuk memfokuskan anggaran ke proyek itu dibanding membeli pesawat bekas Austria.

"Jangan sampai putus (kontrak). Ini sebuah keputusan sulit yang benefitnya kita bisa rasakan 5-10 tahun ke depan dan bisa menjadi dasar bagi kita memetakan road map menuju minimum essential force (kekuatan pokok minimum alutsista)," ucapnya. 
(See full article CNN)

from DEFENSE STUDIES https://bit.ly/3jyvAD2
via IFTTT